Parenting

Self Worth dan Pernikahan

Oleh: Lita Edia (Direktur Sekolah RA & SDIT Amal Mulia)

(sumber: freepik.com)

Suatu hari di sesi materinya, seorang coach menyampaikan bahwa tema self worth adalah salah satu tema yang paling banyak terjadi dalam pernikahan.

Mendengar hal tersebut, saya jadi throwback pada beberapa momen dalam pernikahan dan setuju dengan yang beliau ucapkan. Saya mencermati hal yang sama pada kasus-kasus pernikahan yang pernah ditangani.

Self worth adalah rasa diri berharga. Maknanya relatif sama dengan self esteem. Tapi memang sedikit berbeda. Self esteem banyak bicara tentang rasa diri berharga dikaitkan dengan kelebihan, kekuatan, dan pencapaian. Sementara self worth banyak berbicara tentang penerimaan diri secara utuh, baik kekuatan maupun keterbatasan.

Pada dasarnya setiap individu itu unik, yang memiliki nilai-nilai berharga dalam dirinya masing-masing. Nilai (value) itu sifatnya positif. Hal ini menunjukkan bahwa dalam diri manusia akan selalu ada sisi positif, atau dengan kata lain akan selalu ada kekuatan dalam dirinya.

Sisi lainnya, keterbatasan juga merupakan hal yang alami ada pada diri manusia. Menerima diri secara utuh, baik kekuatan dan keterbatasan, akan membuat nilai self worth menjadi tinggi. Sebaliknya jika kita tidak menerima keterbatasan yang kita miliki, salah satunya dengan terus gelisah memikirkan keterbatasan tanpa strategi  mengelola, maka self worth-nya akan rendah.

Kondisi self worth yang rendah membuat diri merasa tidak berharga dan selanjutnya merasa diri tidak aman, atau dengan istilah lain merasa insecure. Sebenarnya, nilai self worth yang naik turun adalah wajar. Tidak selamanya self worth kita selalu  dalam kondisi baik. Kesadaran diri yang baik terkait kondisi self worth, akan membuat kita relatif bisa mengendalikan dan memperbaiki kondisi diri.

Self worth dalam pernikahan akan tergambarkan dalam keseharian. Misalnya saat seorang Ibu uring-uringan, marah-marah pada anak yang melakukan kesalahan-kesalahan kecil, hal tersebut kerap kali bersumber pada self worth yang rendah.

Begitupun perlakuan kasar suami pada istri, atau sebaliknya. Mengapa demikian? Karena diri yang insecure merasa perlu membuktikan diri bahwa dirinya memiliki power, dengan menunjukkan dominansi dan kekuatan (agresi).

Seseorang yang sedang berada dalam kondisi self worth yang rendah cenderung terkendala saat akan berkomunikasi dengan pasangan. Sebelum mengajak berbicara, ia akan memiliki banyak pertimbangan.

Apakah pasangan bisa menerima pendapatnya dengan baik? Apakah ia layak untuk berpendapat? Apakah komunikasi yang dilakukan akan percuma karena kemungkinan besar gagal?

Hingga akhirnya ia memutuskan untuk diam, memendam rasa dan pikiran.

Seseorang yang berada dalam self worth rendah juga akan cenderung sensitif, mudah tersinggung dan cepat merasa terancam. Hingga ia selalu waspada terhadap saran dan masukan.

Oleh karenanya, tema self worth menjadi hal yang perlu diperhatikan. Kesadaran diri perlu ditingkatkan.

Mengapa self worth seseorang sering berada di titik rendah? Kapan ia merasa self worthnya sedang rendah?

Kondisi terkait rasa berharga ini sebenarnya bisa dikelola, selama kita belajar caranya. Ketika belajar dan mempraktikkan dengan baik, Insya Allah sebagian permasalahan pernikahan bisa dikelola dengan baik.

Kita sering mendengar bagaimana pernikahan yang berakhir karena “ego” masing-masing. Kita juga sering mendengar pernikahan yang komunikasinya mengalami kebuntuan. Sebelum memutuskan berhenti dan melepaskan ikatan pernikahan, pelajari dulu kondisi self worth pada diri dan pasangan. Kemudian petakan hal yang bisa dilakukan agar kondisi self worth menjadi lebih baik.

Langkah awal adalah kenali nilai-nilai yang ada dalam diri kita. Kelola pikiran agar kita bisa menerima secara utuh baik kekuatan maupun keterbatasan. Saat self worth rendah, secara emosi kita sering terpicu untuk didominasi emosi negatif. Dengan adanya kesadaran diri yang lebih baik, kita bisa fokus untuk terus mengalirkan emosi negatif tersebut dengan cara dan waktu yang tepat.

Misalnya saja, saat jelang period, biasanya saya berusaha mengalirkan emosi dengan beberapa teknik healing dan tidak membuat keputusan penting dalam arti mempengaruhi signifikan kehidupan diri dan orang lain. Hal ini dikarenakan kondisi emosi yang buruk jelang period ini, bisa membuat pikiran saya travelling hingga keputusan yang dibuat tidak akurat.

Kesadaran diri terkait kondisi self worth ini alhamdulillah bisa mengurangi momen dramatis dalam pernikahan. Oleh karena itu, saya mengajak kepada semua pasangan untuk menelusuri self worth baik pada diri maupun pasangan.

Related Articles

Back to top button