Salah satu rukun dalam rukun iman adalah iman kepada qada dan qadar. Ditilik dari istilah Islam, qada memiliki arti yaitu ketetapan Allah SWT sejak zaman azali (zaman saat segala sesuatu belum terjadi), sesuai dengan kehendak-Nya tentang segala sesuatu yang berkenaan dengan makhluk.
Sementara itu, qadar didefinisikan sebagai perwujudan atau kenyataan ketetapan Allah SWT terhadap semua makhluk dalam ukuran dan bentuk tertentu sesuai dengan kehendak-Nya.
Meskipun ditempatkan di urutan terakhir, bukan artinya iman kepada qada dan qadar bisa kita kesampingkan, loh, Sobat Madina.
Sesuai dengan hakikat dari iman itu sendiri yang artinya percaya, sebagai umat Islam kita harus senantiasa percaya dengan sepenuh hati atas qada dan qadar yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.
Mengutip dari buku Bimbingan Islam untuk Hidup Muslim: Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya dari Lahir sampai Mati Berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah karangan Hatta, dkk., terdapat beberapa hikmah dan manfaat yang bisa dirasakan oleh seseorang yang senantiasa mengimani qada dan qadar, yaitu:
Menjadi orang yang berani
Seseorang yang beriman kepada qada dan qadar dengan sepenuh hati tentunya telah menggantungkan segala sesuatu yang ada di dunia ini kepada Allah SWT. Segala sesuatu tersebut dapat berupa harta, jodoh, umur, dan lainnya yang ada di dunia ini.
Oleh karena itu, akan timbul rasa berani dari seseorang yang beriman untuk melakukan apa pun di dunia ini baik dalam melakukan sesuatu maupun dalam mengambil keputusan.
Rasa berani akan selalu muncul untuk segala hal yang dinilai baik utamanya oleh agama dan dirasa membawa kebaikan bagi dirinya bahkan orang lain tanpa adanya rasa takut dan pesimis yang berlebihan yang dapat merugikan dirinya sendiri.
Merasakan ketenangan jiwa
Menyerahkan segala sesuatunya kepada Allah SWT dengan beriman kepada qada dan qadar dapat membawa seseorang kepada ketenangan jiwa atau batin.
Hal ini dikarenakan bahwa dirinya percaya segala sesuatu yang ia alami dan atau dapatkan merupakan takdir yang telah ditetapkan oleh Allah SWT bahkan sebelum ia dilahirkan di dunia ini.
Oleh karena itu, tidak akan timbul ketakutan atau kekhawatiran yang berlebihan dari seseorang yang beriman terhadap apa yang tengah dan yang akan ia alami dan dapatkan.
Menjadi orang yang selalu bersyukur dan bersabar
Dengan selalu percaya kepada ketetapan Allah SWT atas takdir yang ia miliki, seseorang akan selalu menjadi orang yang bersyukur atas kebaikan yang ia peroleh termasuk kebaikan yang tidak ia sangka sebelumnya.
Sekecil apapun kebaikannya, ia akan selalu mengingat Allah SWT dan mengucapkan rasa syukur kepada-Nya. Begitupun ketika seseorang tengah ditimpa suatu masalah atau bencana, ia akan bersabar atas apa yang ia alami.
Hal tersebut karena ia telah percaya bahwa segala hal yang baik dan yang buruk adalah ketetapan Allah SWT termasuk atas apa yang telah ia usahakan sebelumnya.
Lalu, apakah kita bisa mengubah takdir?
Jawabannya bisa iya dan bisa juga tidak. Mengapa? Sebab di dalam pemahaman Ahlu Sunnah wal Jama’ah terdapat dua bentuk takdir.
Takdir yang pertama adalah takdir mubram yang merupakan takdir yang tidak bisa dipilih atau ditawar-tawar lagi. Contohnya adalah jenis kelamin dimana ketika seseorang dilahirkan, ia tidak dapat memilih atau mengubah jenis kelaminnya bahkan dengan usaha atau ikhtiar sekalipun. Begitupun dengan takdir kematian dan bencana yang tidak bisa manusia ubah.
Bentuk takdir yang kedua adalah takdir mu’allaq, yaitu takdir yang berkaitan erat dengan ikhtiar atau usaha manusia. Takdir inilah yang masih kita upayakan dengan berikhtiar. Contohnya ketika kita hendak melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, tentu kita memiliki keinginan untuk masuk di universitas terkemuka.
Untuk mencapainya, diperlukan usaha yang giat seperti belajar dengan sungguh-sungguh lalu berdoa dan bertawakal kepada Allah SWT. Apa pun nanti hasilnya, harus diyakini bahwa itu merupakan takdir yang ditetapkan oleh Allah SWT kepada kita.
Meskipun manusia masih bisa berikhtiar untuk memilih takdir yang ia inginkan, perlu diingat bahwa segala hasil ikhtiarnya tetap ditentukan oleh Allah SWT. Akan tetapi, jangan sampai ketika mengetahui bahwa kita hanya bisa berusaha tanpa bisa memutuskan, kita hanya pasrah tanpa mau berusaha atau hanya mengandalkan tawakal.
Kita harus tetap berikhtiar semaksimal mungkin, karena tugas manusia adalah lari atau pindah dari takdir Allah SWT yang tidak kita sukai kepada takdir yang kita sukai. Dosa hukumnya apabila jika seseorang tidak berusaha dan berdalih dengan tawakal, sesuai dengan apa yang tertuang dalam Surah Al-Jumu’ah ayat 10 yang artinya :
“Apabila shalat telah ditunaikan, maka bertebaranlah kamu di muka bumi, dan carilah karunia Allah. (QS. 62: 10)”
Madinaworld.id